Saturday 12 July 2014

Sahabat

Pagi sekali saya terbangun, melihat jam di telepon seluler saya, waktu menunjukkan pukul 02.55 WIB. Antara sadar dan ngantuk saya langsung mengirimkan pesan singkat untuk seorang sahabat. menanyakan jadwal pesawat yang membawanya pulang ke kampung halamannya, Surabaya. Ia menjawabnya dengan singkat, tipikal dirinya, selalu bertolak belakang dengan saya yang kadang-kadang suka pecicilan kayak orang cacingan kecuali soal makanan. 

Dengan dirinya saya tidak pernah bisa menolak ajakannya untuk keluar rumah. Entah kenapa, walaupun badan pegal, capek sehabis pulang kerja saya selalu saja meng-iyakan. Jika sudah mengajak keluar, tujuannya cuma satu, makan makanan enak. Engak heran bahwa dirinya yang dulu seorang resimen dari Sekolah Tinggi Penerbangan kini badannya semakin melar. Kerjaanya kalau udah sampai rumah cuma satu, buka internet dan browsing blog otomotif.

Dari hidup sebagai bujangan hingga ia sudah memiliki anak kembar yang lucu saya telah mengenalnya. Pernah sekali ia menunjukkan surat cinta kekasihnya kepada saya, ia memaksa kalau saya harus membaca-nya. "bagus banget, loe harus baca, ini cewek gua yang nulis" katanya. Kadan-kadang saya menemukannya dia sedang bertelepon ria menggunakan bahasa jawa, kalau sudah seperti ini indikasinya cuma 2 hal, sedang menelepon orang tua atau menelepon kekasihnya.


Keinginannya sewaktu pertama kali bertemu dengannya cuma satu. Ia mengatakan bahwa ia ingin pergi dari tanah Borneo dan kembali ke kampung halamannya, berkumpul bersama keluarga dan kekasihnya. Ia berkata kepada saya, bahwa harta dan karir bukanlah masalah, selama bisa berkumpul bersama dengan keluarga. Kenapa harus bekerja jauh sekali untuk mendapatkan uang, sementara kita meninggalkan keluarga dan orang-orang dekat dengan kita.

Hingga akhirnya keinginannya tercapai atas usahanya yang keras selama 4 tahun. Saya merasa kehilangan. Sudah engak ada lagi teman yang ngajakin saya makan-makanan enak tanpa mikirin biaya yang dikeluarkan.

Ternyata kita lebih merasakan kehilangan ketika seorang sahabat pergi dibandingkan kehilangan seorang kekasih. Sumpah engak bohong...haha. Kalau dipikir-pikir memang seperti itu kali ya. Kalau mau bicara jujur pria itu lebih senang diajak ngumpul dan melakukan kegiatan bersama para sahabat-sahabatnya dibandingkan dengan kekasihnya. Makanya ketika mereka di tinggal sahabatnya mereka lebih merasa kehilangan. 

Ada hal yang membuat kita bahagia yaitu ketika orang-orang terdekat dapat menggapai apa yang diinginkannya. Walaupun kita tahu bahwa kita akan kehilangan dirinya ketika dia mendapatkan apa yang diinginkannya selama ini. 

Jika saya bisa memilih saya merasa lebih baik bila mempunyai sedikit teman tapi bisa dipercaya dan seru diajak jalan daripada banyak tapi tidak satupun peduli satu sama lain.

 

Friday 11 July 2014

Tangan untuk berbagi

Hari ini sehabis pulang puasa bersama hati saya terhenyut ketika melihat seorang anak kecil tertidur pulas di sebuah mobil bak terbuka. Bapaknya berada disebelahnya memegangi agar anaknya tidak terjatuh dari mobil sementara anaknya tertidur dan perpegangan pada mobil. Ia tertidur diantara kayu-kayu yang didudukinya. Bajunya compang-camping, tubuhnya kotor dan dekil tak terawat. Zat Manusia yang ada didalam tubuh saya seperti ternodai. Ia tertidur pulas di belakang mobil bak terbuka sementara saya berada duduk manis di mobil kantor. Ia mengantarkan saya pada masa kecil saya, mungkin ketika seumurannya dirinya saya berada di rumah, bermain dengan mainan robot-robotan atau mobil-mobil. atau bahkan sedang tertidur pulas dikasur empuk dan didongengi oleh Ibu. Sementara ia mungkin sudah membantu Bapaknya dengan mengangkat-angkat kayu tersebut. 

Dulu pun didaerah bilangan Jakarta Selatan, saya melihat seorang yang tidak memiliki kedua buah kakinya. Ia berada di sebuah kursi roda, menggenggam lusinan koran yang akan dijualnya setiap pagi. Hingga waktu Adzan Dzuhur ia yang bergegas ke masjid lalu mengambil wudhu kemudian shalat dan berdoa. Tak satu pun orang-orang itu yang tergerak hatinya, termasuk saya.


Saya merasa tak berguna dan malu. Di dalam otak saya, saya selalu berpikir bagaimana saya bisa membantu anak-anak seperti dirinya. Saya yang mungkin salah satu yang dianugerahi oleh Tuhan berlimpah rezeki merasa bersalah, tanpa sedikit pun saya mengulurkan tangan bagi mereka. Apa gunanya harta dan kekayaan, jika kita tidak bisa berbagi. Sungguh saya mungkin salah satu orang yang berdosa. 

Belum lama ini pun, beberapa orang menulis status BBM dengan nada marah dan mengutuk kejahatan yang terjadi di Gaza. Mereka berkata ini bukan masalah agama tapi ini adalah masalah kemanusiaan. Dan mengatakan bahwa hal tersebut adalah sebuah kekejaman, terus terang saya bingung dan heran. Jika memang ada sedikit rasa kemanusian di dalam jiwa, cobalah kalian jalan beberapa langkah keluar rumah kalian (entah itu beberapa langka, puluh langkah, atau ratusan langkah), lihatlah kanan dan kiri kalian. Disana kalian akan melihat banyak sekali orang-orang yang sangat membutuhkan uluran tangan kalian. Lalu dimana rasa kemanusian yang kalian katakan itu. Kenapa harus di Gaza, mulailah dari yang terdekat, disekeliling kalian. Di negeri kita sendiri banyak sekali hal-hal yang harus kalian lakukan apalagi jika hal itu menyangkut kemanusiaan. 

Mereka mencaci, memaki dan memaknai setiap hal kekejaman yang terjadi. Tapi mereka sendiri membiar hal-hal tersebut terjadi di sekelilingnya, disekitarnya. Kemudian mereka berteriak dan bertanya mereka yang melakukan kekejaman tersebut adalah teroris yang sebenarnya. Apakah mereka tidak sadar, bahwa kitalah teroris sebenarnya. Di dalam diri saya terdapat teroris dan di dalam diri mereka pun teroris, bahwa sebenarnya kita telah membiarkan kejahatan atas nama  manusia itu terjadi bahwakan di depan mata kita.

Status BBM kalian tak akan membantu, hanya akan menimbulkan dendam dan peperangan yang lain. Seperti layaknya senyum, bahwa tolong menolong pun menular. Mari bersama kita membuka mata dan mulai melihat kanan & kiri kita, semoga uluran tangan kita akan berguna bagi mereka yang membutuhkannya. Dan menyadari bahwa Tuhan selain menciptakan Tangan untuk menggenggam ia juga diciptakan untuk berbagi.